Rabu, 15 April 2015

Waspada Perang Pihak Ketiga

BANGSA ini harus siap menghadapi berbagai tantangan jika ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045. Hal itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal (TNI) Gatot Nurmantyo di hadapan lebih dari 8000 mahasiswa dalam stadium general di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin (6/4).

Gatot mengungkapkan, perang yang akan segera dihadapi bangsa ini yaitu perang energi. Berbagai gejala yang mengarah pada perang tersebut bahkan sudah mulai tampak, salah satunya melalui perang proxi (proxy war).

“Proxy war adalah perang dengan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti perang secara langsung untuk menghindari resiko kehancuran fatal,” paparnya.

Ia memisalkan, lepasnya Timor Timur dari Indonesia merupakan contoh nyata proxy war. Katanya, Australia kala itu membantu Timor Timur untuk lepas dari Indonesia karena ingin menguasai cadangan minyak yang melimpah di daerah tersebut. “Xanana Gusmao waktu itu mengonfirmasi langsung bahwa hal ini benar. Bahwa Australia berada di balik lepasnya Timor Timur,” kata Gatot.

Beralmamater UMM : Gatot Nurmantyo (KASAD Jendral TNI) menerima pertayaan dari mahasiswa soal Proxy War


Agar negara ini tak mudah terprovokasi, Indonesia menurutnya sudah mempunyai modal yang kuat yaitu ideology Pancasila. “Kita punya ideologi yang khas, yang tidak ditiru negara manapun. Kita punya cara beragama yang diatur dengan ketuhanan Yang Maha Esa. Kita punya cara bersosial yang diatur dalam keadilan yang adil dan beradab. Kita punya semangat kebangsaan dengan persatuan Indonesia. Kita punya cara bernegara dengan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan semuanya bermuara kepada tujuan nasional kita, untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.


Sebagai penutup, Gatot menyemangati mahasiswa yang memenuhi hall UMM Dome untuk aktif membangun bangsa dengan ilmu yang dipelajari selama kuliah. “Ilmu saja tidak cukup. Harus dibekali keimanan agar ilmu tersebut tidak disalahgunakan,” tambahnya.

Mahasiswa Wajib Melek Media

MEDIA Sosial tak hanya membawa berkah, namun juga membawa petaka. Hal itu terungkap dalam Seminar Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bertema “Melek Media Sosial”, Rabu (8/4). Bertempat di ruang teater UMM Dome, kuliah tamu ini disampaikan dua pakar yang ahli di bidang media literasi, yakni Direktur Lembaga Konsumen Media Watch, Dra Sirikit Syah, MA dan aktivis Media Literacy UMM, Nasrullah, MSi.

Di kesempatan pertama, Sirikit mencontohkan efek dari penggunaan microblogging Twitter yang tidak benar dihadapan sekitar 400 mahasiswa Komunikasi yang hadir. “Contoh seorang PR (Public Relations) Executive yang men-tweet postingan rasis tentang Afrika sebelum naik ke pesawat. Setelah sampai di Afrika, ia sudah dipecat dan dihujat oleh jutaan orang akibat postingannya tersebut,” tuturnya.

Menurutnya, keberadaan media sosial sudah menjadi public sphere atau tempat masyarakat untuk bebas berbicara. “Public Sphere pada jaman dulu adalah warung-warung atau tempat nongkrong. Media massa diharapkan mengambil alih public sphere ini. Namun karena media massa sudah banyak yang dibungkam atau membungkam diri, berpihak, bahkan penuh dengan agenda setting, jadilah media sosial menjadi public sphere abad 21,” urai Sirikit.

Ia pun mewanti-wanti, jika pilar keempat demokrasi yakni media massa atau pers sudah tidak dapat dipercaya, bukan tidak mungkin akan dibentuk pilar kelima yakni Media Sosial. Menurutnya, resiko menggunakan media sosial sangatlah besar. “Kita harus mewaspadai media sosial, karena sifatnya yang masif dan publik, rentan terhadap fitnah dan pencemaran nama baik, juga konten yang sudah terpublish susah untuk diralat,” katanya.

Dari Kiri : Nasrullah, MSi, Dra Sirikit Syah, MA (Pemateri). Widya Yutanti, MA (Moderator). memberikan kuliah tamu Melek Media Sosial di Theater Dome UMM (8/4)


Senada dengan Sirikit, Nasrullah mengungkapkan media baru yakni media sosial ini memiliki kelebihan tersendiri dibanding media lainnya. “Media sosial ini kontennya bisa dikelola sendiri, namun menjadi beresiko dan menjadi petaka ketika konten-konten pribadi anda kemudian di-share ke orang lain tanpa sepengetahuan anda,” ujarnya. Media sosial bisa mengangkat bukan siapa-siapa (no one) menjadi orang terkenal (someone), tetapi sebaliknya bisa menghabisi hidup seseorang pula. “Itulah dua sisi mata uang, di satu sisi menjadi berkah, di sisi lain menjadi petaka. Semua ada di jari-jari kita yang menentukannya,” tukas Nasrullah yang juga Kepala Humas UMM ini.


 Sirikit pun menghimbau mahasiswa untuk menjadi konsumen media yang berdaya. Ia juga mengajak untuk membentuk lembaga media watch di komunitas, kampus, dan lain-lain. “Untuk menjadi berdaya, kita harus mampu melek media dengan mengerti kinerja media dan kebutuhan akan media, bijak menyikapi media, memproduksi informasi dan berbagi pengalaman serta pengetahuan yang bermanfaat, juga mengubah status yang lebay atau berlebihan menjadi kalimat penuh hikmah dan inspiratif,” ajak Sirikit.